Memperkuat Pendampingan Program Kemandirian Ekonomi Pesantren
Pesantren mengalami perkembangan yang cukup sigifikan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Data Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kementerian Agama tercatat 37.626 pesantren yang menaungi lebih dari empat (4) juta santri (EMIS, 2022). Jumlah pesantren yang demikian banyak ini secara langsung maupun tidak langsung akan memberi pengaruh dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan swadaya masyarakat diharapkan mampu menjadi partner bagi pemerintah untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dalam berbagai aspek kehidupan. Terbitnya UU no 18 tahun 2019 tentang pesantren membawa angin segar bagi pengembangan pesantren, dimana fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga dakwah dan pemberdayaan masyarakat.
Pesantren memiliki jejak historis yang panjang dalam melakukan pemberdayaan masyarakat (Nafik, 2018). Beberapa aspek pemberdayaan yang senantiasa dilakukan oleh ponpes adalah bidang SDM, sosial-kegamaan dan ekonomi. Munculnya Nahdlatut Tujjar (NT) pada tahun 1918 yang diinisiasi oleh tradisionalis pesantren merupakan bukti sejarah bahwa ponpes sejak awal memang memiliki concern terhadap ekonomi umat (Fikri, 2017). NT juga dikenal sebagai salah satu ijtihad ekonomi keummatan para muassis NU dan ponpes yang memiliki peran strategis dalam kemandirian ekonomi umat. Menurut Fauzan, urgensi dan peran strategis ponpes dalam konteks pengembangan ekonomi didasari pada enam faktor: [1] Kamajuan ekonomi ponpes dapat menjadi stimulus finansial kegiatan dan pengembangan ponpes, [2] Penggerak pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar, [3] Menjadi laboraturium ekonomi kerakyatan berbasis syariah, [4] Memacu jiwa enterpreneurship santri, [5] Mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi mikro-menengah dan [6] Menciptakan kemandirian lembaga dan mengurangi ketergantungan finansial eksternal (Fauzan Adhim, 2020).
Studi Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2008 tentang Model Pengembangan Ekonnomi Pesantren menunjukan bahwa : 1) Kronologi munculnya usaha ekonomi pesantren dimulai dari kebutuhan pesantren untuk menghidupi dirinya (survive) dan dalam rangka mengembangkan peran atau perluasan mandat (wider mandate) pesantren sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Aktivitas ekonomi pesantren ini dimotivasi dan didasari oleh nilai ilahi dan insani (fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirah al-hasanah). 2) Pilihan aktivitas ekonomi ditentukan oleh: (a) kemampuan kyai membaca, mendefinisikan, memanfaatkan, dan mengorganisasikan resources, (b) kondisi geografis, (c) kondisi sosiokultur baik internal maupun eksternal. 3) Jenis usaha ekonomi yang dilakukan pesantren yang diteliti (20 pesantren) dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok besar, yaitu: Agribisnis (pertanian, perikanan, perkebunan), Jasa (KBIH, percetakan, Lazis, BMT, koperasi), Perdagangan (ritel, pertokoan, agen penjual), dan Industri (penjernihan air, mebeler). (Puslitbang Penda, 2008).
Sejumlah pesantren telah mengembangankan kegiatan pemberdayaan ekonomi, baik secara mandiri maupun program dari pemerintah dan swsata. Seperti sejak Tahun 2019 program pendampingan ekonomi pesantren yang dilakukan Bank Indonesia dengang melibatkan sejumlah pesantren kemudian membentuk holding ekonomi pesantren dari tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi dan nasional. Demikian pula Program yang dilakukan Kementerian Agama melalui Peta Jalan Kemandirian Pesantren, sejak tahun 2021 meluncurkan program inkubasi pesantren, tahun 2021 pilot projek pesantren sebanyak 105 pesantren, tahun 2022 sebanyak 500 pesantren dan ditargetkan tahun 2024 menghasilkan pesantren ekonomi sebanyak 1500 pesantren.
Implementasi bantuan program kemandirian ekonomi pesantren, selama ini masih ditemukan sejumlah permaslahan, antara lain : 1) Persolan ketersedian SDM (human resources), 2) Kapasitas kelembagaan (institusional capacity) yang berkaitan dengan sistem dan tata kelola. 3) Persoalan jaringan (networking), dan 4) kesinambungan program bantuan. Kurang maksimalnya pendampingan program kemandirian ekonomi pesantren menjadi masalah utama yang harus segera dibenahi secara serius baik dalam perencanaan, produksi, dan pemasaran.